Senin, 21 Maret 2011

pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah


PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

1.     PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL
Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah. 
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan.

EKONOMI REGIONAL
( ILMU PEMBANGUNAN WILAYAH )
4 pilar penopang Ekonomi Regional :
1. geografi
2. perencanaan kota
3. Ekonomi
4. Teori lokasi
Kekurangannya : aspek biogeofisik, aspek sosial budaya

6 pilar penopang Ekonomi Regional :
1. analisa geofisik
2. analisa kelembagaan
3. analisa ekonomi
4. analisa sosial budaya
5. analisa lingkungan
6. analisa lokasi

KONSEP RUANG DAN WILAYAH
1. Konsep Ruang
Beda mandasar ilmu ekonomi dan ekonomi regional :
Ilmu ekonomi menjawab pertanyaan : apa, berapa, bagaimana, untuk siapa, bilamana
Ekonomi regional menjawab kelima pertanyaan di atas + DIMANA
2. Konsep Wilayah
Wilayah : unit geografis dengan batas tertentgu yang tergantung satu dengan lainnya.
secara fungsional :
a. Wilayah Homogen ( Homogeneous Region ) : Wilayah yang dipandang dari satu aspek / criteria mempunyai sifat dan cirri yang relative sama, seperti : struktur produksi dan konsumsi, tingkat pendapatan,
iklim, budaya, agama.
Contoh : wilayah pertanian pangan, perikanan, perkebunan coklat.
Desa, kabupaten, propinsi, ASEAn ( skala internasional )
b. Wilayah Nodal ( Nodal Region )
Secara fungsional punya ketergantungan antara pusat ( inti ) dan daerah
belakangnya ( hinterland ), dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang
dan jasa.
Batas wilayah nodal ditentukans ejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan
ekonomi digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lain.
·         Digambarkan sebagai sel hidup inti dengan daerah perifer yangs aling
melengkapi
·         Saling tergantung : melalui perantaraan jual beli barang dan jasa secara local 
·         Ada peluang pertukaran barang dan jasa secara intern.
·         Kecil kemungkinan utk mengadakan perdagangan antara satu dengan lainnya. Contoh : Jabodetabek, SIJORI, IMS- GT ( Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle )
c. Wilayah Perencanaan ( Planning Region )
Menurut Booudeville :
Wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan – keputusan ekonomi. Cukup besar utk terjadinya perubahan penting dalam penyebaran penduduk, dan kesempatan kerja, namun cukup kecil kemungkinan untuk persoalan perencanaan dapat dipandang sebagai kesatuan.
Menurut Kleassen
Ciri-cirinya:
1. Cukup besar utk mengambil keputusan ekonomi terkait skala ekonomi
2. Mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga kerja yang ada
3.
         Punya struktur ekonomi yang homogen
4. Punya sekurang – kurangnya satu titik pertumbuhan
5. Menggunakan cara pendekatan perencanaan pembangunan.
6. Masyarakatnya punya kesadaran bersama terhadap persoalannya
Jadi wilayah perencanaan merupakan daerah geografi yang cocok untuk perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan untuk memecahkan persoalan regional.
Contoh : Wilayah Pembangunan dalam Repelita, Propenas, Propeda nasional, propinsi, kabupaten.
d. Wilayah Administratif :
Batas – batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau
politik spt : prop, kab / kota, kecamatanm, desa/ kelurahan
Kelebihan konsep ini : pengelompokan data berorientasi pada batas wilayah
administratif.
e. Wilayah Pesisir dan Lautan
Merupakan wilayah yang dapat termasuk dalam ke 4 wilayah tersebut.
TEORI LOKASI
Untuk memilih lokasi kegiatan ekonomi dan sosial serta analisa interaksi antar wilayah
Faktor Penentu Pemilihan Lokasi kegiatan ekonomi :
1. Ongkos angkut
2. Perbedaan upah antar wilayah
3. Keuntungan aglomerasi
muncul bila kegiatan ekonomi yang saling terkait
terkonsetrasi pada suatu tempat tertentu. Keterkaitan : backward linkage ( dengan
bahan baku ), forward linkage ( dengan pasar ).

Keuntungan aglomerasi muncul dalam 3 bentuk :
a. keuntungan skala besar baik bahan baku maupun pasar (Scale economies)
b. Keuntungan Lokalisasi ( localisation economies ) dari penurunan ongkos angkut
c. Keuntungan karena penggunaan fasilitas secara bersama (urbanization economies
): listrik, gudang, angkutan, air dll.
4. Konsentarsi permintaan antar wilayah ( Spatial Demand )
5. Kompetisi antar wilayah (Spatial Competition)
Bila persaingan tajam seperti pada pasar persaingan sempurna, maka pemilihan lokasi
perusahaan cenderung terkonsentrasi dengan perusahaan lain yang menjual produk yang sama.. Bila persaingan tidak tajam ata pada pasar monopoli, pemilihan lokasi cenderung bebas.
6. Harga dan sewa tanah
Untuk maksimalisasi keuntungan, perusahaan akan cenderung memilih lokasi dimana harga sewa tanah rendah.
Teori Lokasi:
1. Bid Rent Theories ( Von Thunen )
Pemilihan lokasi didasarkan pada kemampuan membayar harga tanah ( bid – rent ) yang berbeda dengan harga pasar tanah ( land – rent ). lokasi berdasarkan bid-rent tertinggi.
Makin dekat letaknya dengan pasar penjualan atau pusat kota makin tinggi sea tanah makin berkurang biaya transportasi .

2.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN
Dalam struktur ekonomi yang sehat, beban inflasi hampir merata menimpa seluruh penduduk, meskipun secara teoritis penanggung terberat inflasi adalah mereka yang berpendapatan tetap dan kaum penganggur (yang tidak memiliki pendapatan).
Namun, akibat karakter inflasi di Indonesia seperti yang dideskripsikan di atas sangat mungkin inflasi sekaligus menjadi sumber penyebab ketimpangan pendapatan yang lebih besar. Singkatnya, sumber penyumbang inflasi terbesar adalah komoditas pangan dan bahan makanan, padahal, sekitar 70-80% pendapatan orang miskin digunakan untuk mengonsumsi pangan. Jadi, pendapatan mereka benar-benar tergerus oleh karakter inflasi yang tidak ramah ini.
Berikutnya, penikmat inflasi adalah kaum saudagar pangan (produsen kakap, distributor, importir, dan lain-lain) yang memetik laba dari kenaikan harga komoditas tersebut. Petani (gurem) tidak menerima keuntungan karena nasib mereka yang telah diatur oleh pelaku di hilir itu.
Oleh karena itu, jika tidak ditangani dengan saksama, inflasi kali ini juga akan memperburuk tingkat kemerataan pendapatan, yang dalam beberapa tahun terakhir ini memang telah kian menganga.
Namun, yang mengherankan, dalam situasi seperti ini pemerintah (Departemen Pertanian) akan memilih kebijakan ekspor beras karena sekarang sedang panen raya (kelebihan produksi) dan insentif harga internasional yang sedang bagus (tinggi). Kebijakan ini, sekali lagi, sulit dinalar karena kelebihan produksi ini sifatnya hanya tentatif.

3.     PEMBANGUNAN INDONESIA BAGIAN TIMUR
Pembangunan di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah transportasi. Aku lihat sih daerah yang agak tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena keadaan tanahnya atau karena suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan medan yang berat. Aku sering main daerah dekat waduk/bendungan. Daerah yang sulit dijangkau karena jalannya rusak atau jauh, lebih mudah terjangkau dengan adanya transportasi air.

Aku baca di Yesaya 41:18-20
18 Aku akan membuat sungai-sungai memancar di atas bukit-bukit yang gundul, dan membuat mata-mata air membual di tengah dataran; Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering. 19 Aku akan menanam pohon aras di padang gurun, pohon penaga, pohon murad dan pohon minyak; Aku akan menumbuhkan pohon sanobar di padang belantara dan pohon berangan serta pohon cemara di sampingnya. 20 supaya semua orang melihat dan mengetahui, memperhatikan dan memahami, bahwa tangan Tuhan yang membuat semuanya ini dan Yang Mahakudus, Allah Israel, yang menciptakannya. (Israel artinya umat pilihan Allah/ orang percaya).

Bisa ndak dibuat waduk/bendungan dan jalan-jalan air di daerah Indonesia Bagian Timur (seperti jalan Trans Sumatera atau Trans Jawa tetapi jalan air).

Keuntungannya:
- Proyek yang menarik dan mudah dijual karena akan mendapatkan hasil langsung berupa pohon/hasil hutan sepanjang yang akan dibuat jalan. Akan mendapatkan bahan galian yang bisa berupa bahan tambang yang bernilai tinggi (bisanya daerah tandus kaya akan bahan tambang bernilai tinggi dan batuan mulia/permata)dan atau bahan mineral.
- Peluang bisnis transportasi manusia dan barang (kalau tidak salah transportasi via air termasuk transportasi yang paling murah untuk angkutan barang).
- Bendungan bisa juga dibuat pembangkit listrik tenaga air.
- Bisa menjadi Objek wisata
- Di bendungan bisa dibuat budi daya ikan jaring terapung, sedangkan di jalan air bisa di buat budi daya ikan di keramba.
- Untuk saluran irigasi.
- Meningkatkan kesuburan tanah(biasanya daerah dekat aliran air, tanahnya menjadi lebih subur).
- Bisa juga dirancang untuk mengatasi banjir.
- Bisa juga dirancang untuk mengatasi kebakaran hutan (minimal melokalisasi kebakaran hutan yang terpotong jalan air).
- Transportasi manusia dan barang lebih mudah, murah dan lancar otomatis meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah itu dan antar pulau.
- Akan berkembang aktivitas-aktivitas ekonomi penunjang lainnya yang meningkatkan penghasilan dan menyerap lapangan pekerjaan.
- Mempermudah aparat keamanan untuk menjaga daerah-daerah yang sulit dijangkau lewat darat.

Hal-hal yang harus diperhatikan:
- Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas jalan air
- Debit banjir bila air meluap
- Pemeliharaan jalan air
- Masalah keselamatan pengguna jalan air.

4.     TEORI DAN ANALISIS PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 298).
Oleh karena itu, bila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing – masing daerah, maka sumber daya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan relatif lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dikatakan berjalan jika ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kuznets (1999) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang – barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan tekhnologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Jhingan (1999 : 57) mengatakan suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomiantersebut menjadi bertambah besar pada tahun – tahun berikutnya.
Dengan berdasarkan pada kenyataan bahwa pada suatu daerah terbagi kedalam wilayah – wilayah dan sub – sub wilayah, maka pertumbuhan daerah akan ditentukan oleh factor – factor utama yang antara lain (Tarigan, 2004 : 37):
a. Sumber daya alam yang tersedia
b. Tersedianya modal bagi pengelolaan sumber daya alam
c. Adanya prasarana dan sarana (infrastruktur) yang menunjang, seperti transportasi, komunikasi dan lain – lain.
d. Tersedianya tekhnologi yang tepat untuk pengelolaan sumber daya alam.
e. Tersedianya kualitas sumber daya manusia untuk pengelolaan tekhnologi.
Menurut Anwar (1996 : 17) teori yang menjelaskan tentang pertumbuhan suatu daerah dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;
a. Inward – Looking Theories
Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah diakibatkan oleh factor – factor ekonomi yang ada di daerah itu sendiri.
b. Output Oriented Theories
Teori ini menganggap bahwa adanya mekanisme yang mendasari fenomena pertumbuhan daerah dari satu daerah kedaerah lainnya.

5.     OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
  Pelaksanaan otonomi daerah sellain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidak suka daerah harus lebih di berdayakan dengan cara daerah diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
  1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
  2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
  1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
  2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
  3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
  1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
  2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
  3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Sumber :

Minggu, 20 Maret 2011

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN


KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

1.      KONSEP DAN DEFINISI
Pengukuran Kemiskinan :
a. Kemiskinan relatif : Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan yakni    ukuran kesenjangan dan distribusi pendapatan. Kemiskinan relative merupakan proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata.

b. Kemiskinan absolute (ekstrim) : Konsep yg tidak mengacu pada garus kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

2.      PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. 
Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.

Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s  dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.

Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.

Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. 

Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
Tingkat Kesenjangan









                                                                                    Periode
                                                            Tingkat Pendapatan Per Kapita

Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja  dari desa atau produksi atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.

Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a.  Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b.  Hubungan positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c.  Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.

Deininger dan Squire (1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.

Anand dan Kanbur (1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi dan cakupan survey berbeda.

Ravallion dan Datt (1996) menggunakan data India:
§  proxy dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam nilai riil) per orang (1951=0)
§  proxy tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).

Ranis, dkk (1977) untuk China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.

3.      INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan dengan:

1.  Pendekatan Asiomatic mencakup:

a)  The Generalied Entropy (GE)

GE( ) = (1/(α2-α)
n=jumlah individu/orang dalam sampel
yi=pendapatan individu (i=1,2,…n)
 = (1/n) adalah ukuran rata-rata pendapatan
Nilai GE terletak 0 sampai . Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata dan GE bernilai 4 berarti kesenjangan yang sangat besar.
α = mengukur besarnya perbedaan antara pendapatan dari kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut dan mempunyai nilai riil

b) Ukuran Atkinson

A = 1 -

ϵ=parameter ketimpangan, 0<ϵ<1, semakin tinggi nilai ϵ, semakin tidak seimbang pembagian pendapatan.
Nilai α dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti tidak ada ketimpangan dalam distribusi pendapatan

c)  Koefisien Gini
Gini = (1/2n2-
Nilai koefisien Gini dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti kemerataan sempurna dan nilai 1 berarti ketidakmerataan sempurna (satu orang/kelompok orang disuatu Negara menikmati semua pendapatan Negara).

Ide dasar perhitngan koefisien Gini adalah Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional diberbagai lapisan penduduk.  Sumbu vertical è presentase komulatif pendapatan nasional & Sumbu horizontal è  persentase komulatif penduduk.


v  a.  Semakin dekat dg diagonal,                                          100         
        semakin merata pendapatan                             
                                                                                          80
v  b. Semakin jauh dg diagonal                       
    semakin tidak merata pendapatan                      60
                                                                     50 
                                                                     40
                                                        
                                                                     20          
                                                           
                                                                       0                      
                                                                                 10   20  30  40   50   60  70  80  90   100



Indeks/Rasio Gini merupakan koefisien yang berkisar 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional.

v  Semakin kecil angka ini, semakin merata distribusi pendapatan
v  Semakin besar angka ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan

Angka Gini ini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz. Semakin kecil angka ini ditunjukkan kurva lorenz yang mendekati diagonal yang berarti kecil luas area dan sebaliknya.

             n
G = 1 - ∑  ( X t+1 – Xi ) ( Yi + Y t+1)
             1
             n
G = 1 - ∑ fi (Yi + Y t+1)
             1
G = Rasio Gini
fi  = Proporsi Jumlah Rumah Tangga dalam kelas t
Xi = Proporsi Jumlah Komulatif Rumah Tangga dalam kelas t
Yi = Proporsi Jumlah Komulatif Pendapatan dalam kelas t

2.  Kriteria Bank Dunia.

      Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
v  40 % penduduk berpendapatan terendahè Penduduk termiskin
v  40 % penduduk berpendapatan menengah
v  20 % penduduk berpendapatan tinggi


KLASIFIKASI
DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan Parah
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak (Distribusi Merata)
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan nasional
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 % penduduk saja yang menikmati  90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati  10% pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih kurang.

Perbandingan Indonesia dengan Swiss

Text Box:  Komulatif % 
Pendapatan Nasional 















                                    Indonesia                                                      Swiss
Rasio Angka Gini.
Tahun
Kota
Desa
Nasional
1965
0,34
0,35
0,35
1970
0,33
0,34
0,35
1976
0,35
0,31
0,34
1978
0,38
0,34
0,40
1980
0,36
0,31
0,34
1981
0,33
0,29
0,33
1984
0,32
0,28
0,33
1986
0,32
0,27
0,33
1987
0,32
0,26
0,32
1990
0,34
0,25
0,32
1993
0,33
0,26
0,34
1994
0,34
0,26
0,34
1995
0,35
0,27
0,35
1996
0,35
0,27
0,36
1997
0,35
0,26
0,37

v  Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahun PDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v  1971 – 1980 laju rata-rata pertahun PDB 6 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,4
v  Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahunPDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v  1981 – 1990 laju rata-rata pertahun PDB 5,4 % dengan angka Gini rat-rata per per tahun 0,3

Foster (1984) memperkenalkan 3 indkator untuk mengukur kemiskinan:
a)    The incidence of poverty (rasio H) yaitu % dari populasi yang hidup adlam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan
b)    The depth of poverty yaitu menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan Poverty Gap Index / indeks jarak kemiskinan (IJK) yaitu mengestimasi jarak pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai proporsi dari garis tersebut.

Pa = (1/n) a untuk semua yi <z
Indeks Pa sensitive terhadap distribusi, jika a>1.
= perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam bentuk % dari garis kemiskinan.
a= % eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor dan jika dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi, maka akan menghasilkan indeks Pa.

c)    The severity of poverty/Distributionally Sensitive Index yaitu mengukur tingkat keparahan kemiskinan dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK) atau mengetahui intensitas kemiskinan.
Peneliti lain memasukkan 2 faktor lain yakni rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang miskin. Semakin rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, semakin besar gap pendapatan antar orang miskin sehingga kemiskinan bertambah besar. Dengan memasukkan 2 faktor tersebut, maka muncul Indeks Kemiskinan Sen:

S = H [I + (1-I)Gini]

 I adalah jumlah rata-rata difisit pendapatan dari orang miskin sebagai % dari garis kemiskinan.
Koefisien Gini mengukur ketimpangan antar orang miskin.
Jika salah satu factor ini naik, maka kemiskinan meningkat.

Perubahan pola distribusi pendapatan dipedesaan disebabkan oleh:
a)  Urbanisasi jaman ordebaru sangat pesat
b)  Struktur pasar dan besar distorsi yang berbeda antara kota dan desa. Desa memiliki jumlah sektor, output per sektor, dan pendapatan perkapita lebih kecil daripada kota.
c)  Dampak positif pembangunan nasional yang berbentuk: (a) berbagai kegiatan ekonomi di desa (perdagangan, industry dan jasa); (b) Produksitivitas dan pendapatan TK pertanian dan penggunaan teknologi pertanian meningkat; dan (c) pemanfaatan SDA yang lebih baik di desa.

Perubahan tingkat upah (W) di desa dan kota dalam rupiah per bulan.
Tahun
Kota
Desa
Rasio D/K
1986
Rp 88.073
Rp 59.237
67
1990
115.835
66.395
57
1997
288,498
186.753
65
Bukti empiris hipotesis U terbalik di Indonesia tahun 1960an sampai 1990an.

 



















Distribusi dari 1,2 milyar penduduk miskin di dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari US1 per hari tahun 1998.

Europe and central Asia
2%
Middle East and North Africa
0.50%
South Asia
43.50%
Latin America and The Caribbean
6.50%
East Asia and Pasific
23.20%
Africa -SubSaharan
24.30%



Sumber: World Bank

Perubahan tingkat kemiskinan dan GDP per kapita di Asia.

Negara
Kemiskinan
Perubahan Tahunan
Tahun
%
Tahun
%
Kemiskinan per kapita
PDB Riil
Bangladesh
1992
58,8
1996
53,1
-2,5
3,1
Cina
1994
8,4
1996
6
-15,5
10,5
India
1992
40,9
1994
35
-7,5
3,3
Indonesia
1990
15,1
1996
15,7
0,6
6,2
Korsel
1994
16,4
1995
12,3
-25
7,3
Malaysia
1995
9,6
1997
6,8
-15,8
4,2
Pakistan
1993
22,4
1997
31
8,5
1,5
Philipina
1994
40,6
1997
36,8
-3,2
2,6
Taiwan
1996
0,5
1997
0,5
0
5,3
Thailand
1994
16,3
1996
11,4
-16,4
7,7
Vietnam
1996
19,2
1997
17,7
-8
7,4


4.            TEMUAN EMPIRIS
1.         Distribusi Pendapatan
2.         Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakt.
      Secara teorotis, perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
a.       Akibat arus penduduk/ L dari pedesaan ke perkotaan yang selama Orde Baru berlangsung sangat pesat.
b.      Struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di pedesaan dengan di perkotaan.
c.       Dampak positif dari proses pembangunan ekonomi nasional.

2.      Kemiskinan
Kemiskinan bukan hanya di Indonesia melainkan merupakan masalah dunia. Laporan dari Bank Dunia menujukkan bahwa tahun 1998 terdapat 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia. Ada dua hal yang menarik dari laporan Bank Dunia, yaitu:
a.       Berdasarkan garis kemiskinan 1,08 dolar AS per hari, persentase populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan bervariasi menurut wilayah. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan antarwilayah tersebut dalam struktur dan pertumbuhan ekonomi, keberadaan SDA, SDM, jumlah penduduk, kondisi iklim dan geografi.
b.      Selama 1987-1998, laju pengurangan orang miskin berbeda menurut wilayah. Hal ini mencerminkan antara lain perbedaan efek pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan antarwilayah.
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade-off  yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sitematis.
Hasil plot antara perubahan laju kemiskinan dengan rata-rata atau nilai tengah dari pengeluaran konsumsi atau pendapatan antarsurvei menunjukkan suatu tren yang negatif. Sedangkan hasil studi empiris dari Mills dan Pernia (1993) dengan metode yang sama menujukkan bahwa kemiskinan di suatu negara akan semakin rendah jika laju pertumbuhan ekonominya pada tahun-tahun sebelumnya tinggi, dan semakin tinggi laju pertumbuhan PDB, semakin cepat turunnya tingkat kemiskinan.

5.      FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Kemiskinan banyak duhubungkan dengan:
·         Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
·         Penyebab keluarga, yang menghubungakn kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
·         Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·         Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
·         Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur social.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (Negara terjaya per kapita didunia ) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin ; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah :
Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman , pendidikan, kerja social , pencarian kerja , dan lain-lain.
-          Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negaraq sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
6.       KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan kemiskinan disajikan dan gambar berikut ini.
 






Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.

World bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:
a)  Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya
b)  Pengembangan SDM
c)  Membuat jaringan pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik social atau wilayah yang terisolasi

World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a)  Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b)  Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif
c)  Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.

ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a)  Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan
b)  Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan perlindungan social
c)  Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
d)  Factor tambahan:
·      Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
·      Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah

Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:
a)  Jangka pendek yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan
b)  Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
·      Pembangunan dan penguatan sector swasta
·      Kerjasama regional
·      Manajemen APBN dan administrasi
·      Desentralisasi
·      Pendidikan dan kesehatan
·      Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
·      Pembagian tanah pertanian yang merata

Sumber :
·         kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/…/4-KEMISKINAN+DAN+KESENJANGAN.doc