KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
1. KONSEP DAN DEFINISI
Pengukuran Kemiskinan :
a. Kemiskinan relatif : Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan yakni ukuran kesenjangan dan distribusi pendapatan. Kemiskinan relative merupakan proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata.
b. Kemiskinan absolute (ekstrim) : Konsep yg tidak mengacu pada garus kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
2. PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi.
Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
Tingkat Kesenjangan
Periode
Tingkat Pendapatan Per Kapita
Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja dari desa atau produksi atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a. Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b. Hubungan positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c. Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire (1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi dan cakupan survey berbeda.
Ravallion dan Datt (1996) menggunakan data India:
§ proxy dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam nilai riil) per orang (1951=0)
§ proxy tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977) untuk China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
3. INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan dengan:
1. Pendekatan Asiomatic mencakup:
a) The Generalied Entropy (GE)
GE( ) = (1/(α2-α)
n=jumlah individu/orang dalam sampel
yi=pendapatan individu (i=1,2,…n)
= (1/n) adalah ukuran rata-rata pendapatan
Nilai GE terletak 0 sampai ∞. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata dan GE bernilai 4 berarti kesenjangan yang sangat besar.
α = mengukur besarnya perbedaan antara pendapatan dari kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut dan mempunyai nilai riil
b) Ukuran Atkinson
A = 1 -
ϵ=parameter ketimpangan, 0<ϵ<1, semakin tinggi nilai ϵ, semakin tidak seimbang pembagian pendapatan.
Nilai α dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti tidak ada ketimpangan dalam distribusi pendapatan
c) Koefisien Gini
Gini = (1/2n2-
Nilai koefisien Gini dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti kemerataan sempurna dan nilai 1 berarti ketidakmerataan sempurna (satu orang/kelompok orang disuatu Negara menikmati semua pendapatan Negara).
Ide dasar perhitngan koefisien Gini adalah Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional diberbagai lapisan penduduk. Sumbu vertical è presentase komulatif pendapatan nasional & Sumbu horizontal è persentase komulatif penduduk.
v a. Semakin dekat dg diagonal, 100
semakin merata pendapatan
80
v b. Semakin jauh dg diagonal
semakin tidak merata pendapatan 60
50
40
20
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Indeks/Rasio Gini merupakan koefisien yang berkisar 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional.
v Semakin kecil angka ini, semakin merata distribusi pendapatan
v Semakin besar angka ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan
Angka Gini ini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz. Semakin kecil angka ini ditunjukkan kurva lorenz yang mendekati diagonal yang berarti kecil luas area dan sebaliknya.
n
G = 1 - ∑ ( X t+1 – Xi ) ( Yi + Y t+1)
1
n
G = 1 - ∑ fi (Yi + Y t+1)
1
G = Rasio Gini
fi = Proporsi Jumlah Rumah Tangga dalam kelas t
Xi = Proporsi Jumlah Komulatif Rumah Tangga dalam kelas t
Yi = Proporsi Jumlah Komulatif Pendapatan dalam kelas t
2. Kriteria Bank Dunia.
Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
v 40 % penduduk berpendapatan terendahè Penduduk termiskin
v 40 % penduduk berpendapatan menengah
v 20 % penduduk berpendapatan tinggi
KLASIFIKASI | DISTRIBUSI PENDAPATAN |
Ketimpangan Parah | 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan nasional |
Ketimpangan Sedang | 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional |
Ketimpangan Lunak (Distribusi Merata) | 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan nasional |
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 % penduduk saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati 10% pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih kurang.
Perbandingan Indonesia dengan Swiss
Indonesia Swiss
Rasio Angka Gini.
Tahun | Kota | Desa | Nasional |
1965 | 0,34 | 0,35 | 0,35 |
1970 | 0,33 | 0,34 | 0,35 |
1976 | 0,35 | 0,31 | 0,34 |
1978 | 0,38 | 0,34 | 0,40 |
1980 | 0,36 | 0,31 | 0,34 |
1981 | 0,33 | 0,29 | 0,33 |
1984 | 0,32 | 0,28 | 0,33 |
1986 | 0,32 | 0,27 | 0,33 |
1987 | 0,32 | 0,26 | 0,32 |
1990 | 0,34 | 0,25 | 0,32 |
1993 | 0,33 | 0,26 | 0,34 |
1994 | 0,34 | 0,26 | 0,34 |
1995 | 0,35 | 0,27 | 0,35 |
1996 | 0,35 | 0,27 | 0,36 |
1997 | 0,35 | 0,26 | 0,37 |
v Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahun PDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v 1971 – 1980 laju rata-rata pertahun PDB 6 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,4
v Tahun 1065 – 1970 laju rata-rata pertahunPDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v 1981 – 1990 laju rata-rata pertahun PDB 5,4 % dengan angka Gini rat-rata per per tahun 0,3
Foster (1984) memperkenalkan 3 indkator untuk mengukur kemiskinan:
a) The incidence of poverty (rasio H) yaitu % dari populasi yang hidup adlam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan
b) The depth of poverty yaitu menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan Poverty Gap Index / indeks jarak kemiskinan (IJK) yaitu mengestimasi jarak pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai proporsi dari garis tersebut.
Pa = (1/n) a untuk semua yi <z
Indeks Pa sensitive terhadap distribusi, jika a>1.
= perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam bentuk % dari garis kemiskinan.
a= % eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor dan jika dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi, maka akan menghasilkan indeks Pa.
c) The severity of poverty/Distributionally Sensitive Index yaitu mengukur tingkat keparahan kemiskinan dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK) atau mengetahui intensitas kemiskinan.
Peneliti lain memasukkan 2 faktor lain yakni rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang miskin. Semakin rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, semakin besar gap pendapatan antar orang miskin sehingga kemiskinan bertambah besar. Dengan memasukkan 2 faktor tersebut, maka muncul Indeks Kemiskinan Sen:
S = H [I + (1-I)Gini]
I adalah jumlah rata-rata difisit pendapatan dari orang miskin sebagai % dari garis kemiskinan.
Koefisien Gini mengukur ketimpangan antar orang miskin.
Jika salah satu factor ini naik, maka kemiskinan meningkat.
Perubahan pola distribusi pendapatan dipedesaan disebabkan oleh:
a) Urbanisasi jaman ordebaru sangat pesat
b) Struktur pasar dan besar distorsi yang berbeda antara kota dan desa. Desa memiliki jumlah sektor, output per sektor, dan pendapatan perkapita lebih kecil daripada kota.
c) Dampak positif pembangunan nasional yang berbentuk: (a) berbagai kegiatan ekonomi di desa (perdagangan, industry dan jasa); (b) Produksitivitas dan pendapatan TK pertanian dan penggunaan teknologi pertanian meningkat; dan (c) pemanfaatan SDA yang lebih baik di desa.
Perubahan tingkat upah (W) di desa dan kota dalam rupiah per bulan.
Tahun | Kota | Desa | Rasio D/K |
1986 | Rp 88.073 | Rp 59.237 | 67 |
1990 | 115.835 | 66.395 | 57 |
1997 | 288,498 | 186.753 | 65 |
Bukti empiris hipotesis U terbalik di Indonesia tahun 1960an sampai 1990an.
Distribusi dari 1,2 milyar penduduk miskin di dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari US1 per hari tahun 1998.
Europe and central Asia | 2% |
Middle East and North Africa | 0.50% |
South Asia | 43.50% |
Latin America and The Caribbean | 6.50% |
East Asia and Pasific | 23.20% |
Africa -SubSaharan | 24.30% |
Sumber: World Bank
Perubahan tingkat kemiskinan dan GDP per kapita di Asia.
Negara | Kemiskinan | Perubahan Tahunan | ||||
Tahun | % | Tahun | % | Kemiskinan per kapita | PDB Riil | |
Bangladesh | 1992 | 58,8 | 1996 | 53,1 | -2,5 | 3,1 |
Cina | 1994 | 8,4 | 1996 | 6 | -15,5 | 10,5 |
India | 1992 | 40,9 | 1994 | 35 | -7,5 | 3,3 |
Indonesia | 1990 | 15,1 | 1996 | 15,7 | 0,6 | 6,2 |
Korsel | 1994 | 16,4 | 1995 | 12,3 | -25 | 7,3 |
Malaysia | 1995 | 9,6 | 1997 | 6,8 | -15,8 | 4,2 |
Pakistan | 1993 | 22,4 | 1997 | 31 | 8,5 | 1,5 |
Philipina | 1994 | 40,6 | 1997 | 36,8 | -3,2 | 2,6 |
Taiwan | 1996 | 0,5 | 1997 | 0,5 | 0 | 5,3 |
Thailand | 1994 | 16,3 | 1996 | 11,4 | -16,4 | 7,7 |
Vietnam | 1996 | 19,2 | 1997 | 17,7 | -8 | 7,4 |
4. TEMUAN EMPIRIS
1. Distribusi Pendapatan
2. Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakt.
Secara teorotis, perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Akibat arus penduduk/ L dari pedesaan ke perkotaan yang selama Orde Baru berlangsung sangat pesat.
b. Struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di pedesaan dengan di perkotaan.
c. Dampak positif dari proses pembangunan ekonomi nasional.
2. Kemiskinan
Kemiskinan bukan hanya di Indonesia melainkan merupakan masalah dunia. Laporan dari Bank Dunia menujukkan bahwa tahun 1998 terdapat 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia. Ada dua hal yang menarik dari laporan Bank Dunia, yaitu:
a. Berdasarkan garis kemiskinan 1,08 dolar AS per hari, persentase populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan bervariasi menurut wilayah. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan antarwilayah tersebut dalam struktur dan pertumbuhan ekonomi, keberadaan SDA, SDM, jumlah penduduk, kondisi iklim dan geografi.
b. Selama 1987-1998, laju pengurangan orang miskin berbeda menurut wilayah. Hal ini mencerminkan antara lain perbedaan efek pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan antarwilayah.
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade-off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sitematis.
Hasil plot antara perubahan laju kemiskinan dengan rata-rata atau nilai tengah dari pengeluaran konsumsi atau pendapatan antarsurvei menunjukkan suatu tren yang negatif. Sedangkan hasil studi empiris dari Mills dan Pernia (1993) dengan metode yang sama menujukkan bahwa kemiskinan di suatu negara akan semakin rendah jika laju pertumbuhan ekonominya pada tahun-tahun sebelumnya tinggi, dan semakin tinggi laju pertumbuhan PDB, semakin cepat turunnya tingkat kemiskinan.
5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Kemiskinan banyak duhubungkan dengan:
· Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
· Penyebab keluarga, yang menghubungakn kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
· Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
· Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
· Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur social.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (Negara terjaya per kapita didunia ) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin ; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah :
Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman , pendidikan, kerja social , pencarian kerja , dan lain-lain.
- Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negaraq sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
6. KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan kemiskinan disajikan dan gambar berikut ini.
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.
World bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya
b) Pengembangan SDM
c) Membuat jaringan pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik social atau wilayah yang terisolasi
World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a) Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b) Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif
c) Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a) Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan
b) Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan perlindungan social
c) Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
d) Factor tambahan:
· Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
· Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah
Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:
a) Jangka pendek yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan
b) Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
· Pembangunan dan penguatan sector swasta
· Kerjasama regional
· Manajemen APBN dan administrasi
· Desentralisasi
· Pendidikan dan kesehatan
· Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
· Pembagian tanah pertanian yang merata
Sumber :
· kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/…/4-KEMISKINAN+DAN+KESENJANGAN.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar